Selasa, 27 September 2016

Contoh Latar Belakang Masalah

ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN VOLUME PENJUALAN SAHAM TERHADAP RETURN SAHAM (STUDI PADA PERUSAHAAN OPERATOR SELULER YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA)



1.1.  Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India dan USA. Dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang begitu besar dalam industri telekomunikasi. Berdasarkan data Kementerian Informasi dan Komunikasi pada tahun 2010 dan 2011, omset dari industri telekomunikasi telah mencapai 360 triliun rupiah yang dalam dua tahun terakhir tumbuh sebesar 20%. Sementara itu berdasarkan data BPS setiap tahun industri telekomunikasi tumbuh dua kali lipat. Industri telekomunikasi adalah sektor yang paling dinamis pertumbuhannya, karena itu banyak yang menyebut sebagai the golden industry (Media Indonesia, 2011).
Pertumbuhan pada sektor industri telekomunikasi juga terlihat dengan banyaknya perusahaan operator seluler yang ada di Indonesia. Indonesia telah memiliki 10 operator seluler yang menggunakan jaringan GSM dan CDMA untuk menyediakan layanan telekomunikasi seluler. Dari 10 operator tersebut lima operator menggunakan teknologi GSM, diantaranya Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Hutchison CP Telecom Indonesia (Three) dan Natrindo Telepon Seluler (Axis). Sementara operator lainnya yang menggunakan teknologi CDMA terdiri dari Bakrie Telecom (Esia), Smart Telecom (Smart), Mobile-8 (2) (Hepi & Fren), Sampoerna Telecom (Ceria) dan juga Telkom (Flexi) sebagai penyelenggara layanan tetap yang ikut mengeluarkan produk seluler CDMA.
Pasar operator seluler di Indonesia didominasi oleh Telkomsel, Indosat dan XL Axiata. Tiga operator seluler tingkat nasional ini secara bersama-sama memiliki kurang lebih 88% pangsa pasar seluler (mobilitas penuh) Indonesia. Jumlah pelanggan seluler dengan mobilitas penuh di Indonesia mencapai jumlah total kurang lebih 138,8 juta pada akhir tahun 2008 dan kurang lebih 166,9 juta pada akhir tahun 2009, yang merupakan pertumbuhan tahunan kurang lebih 20,2% selama jangka waktu tersebut (Telkom Indonesia, 2009). Prospek yang begitu besar menyebabkan banyak investor yang berminat untuk berinvestasi di bisnis layanan seluler, tak terkecuali investor dari luar negeri. Seperti misalnya perusahaan telekomunikasi terbesar Singapura yang menguasai 35% saham Telkomsel. Sedangkan untuk Indosat mayoritas sahamnya dikuasai oleh Qatar Telecom (65%).
Investasi dapat diartikan sebagai komitmen untuk menanamkan sejumlah dana pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang. Dengan kata lain, investasi merupakan komitmen untuk mengorbankan konsumsi sekarang dengan tujuan memperbesar konsumsi di masa datang (Tandelilin, 2010). Investasi dapat berkaitan dengan penanaman sejumlah dana pada aset nyata seperti tanah, emas, rumah. Selain itu, investasi juga dapat ditanamkan pada aset finansial seperti deposito, saham, obligasi, dan surat berharga lainnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa investor yang melakukan pembelian saham pada perusahaan operator seluler merupakan bentuk investasi dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.   
Investasi pada hakekatnya merupakan penundaan konsumsi pada saat ini dengan tujuan mendapatkan tingkat pengembalian (return) yang akan diterima di masa yang akan datang. Pemodal hanya dapat memperkirakan berapa tingkat keuntungan yang diharapkan dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan. Apabila kesempatan investasi mempunyai tingkat resiko yang lebih tinggi, maka investor akan mengisyaratkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan kata lain, semakin tinggi risiko suatu kesempatan investasi maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan (return) yang diisyaratkan oleh investor.
Return dapat berupa capital gain atau deviden untuk investasi pada saham dan pendapatan bunga untuk investasi pada surat hutang. Menurut Tandelilin (2010) return dapat dipengaruhi oleh perubahan suku bunga. Kaitan antara suku bunga dan return saham adalah perubahan harga saham di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah suku bunga.
Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang (Herman, 2003). Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan tingkat suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan international serta kebijakan nilai tukar mata uang yang kurang fleksibel. Selain suku bunga internasional, tingkat diskonto Suku Bunga Indonesia (SBI) juga merupakan faktor penting dalam penentuan suku bunga di Indonesia.
Apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka hal tersebut akan membuat para investor akan menarik dananya dan menginvestasikannya ke tempat yang mempunyai resiko relatif kecil misalnya ke deposito. Sedangkan bila tingkat suku bunga mengalami penurunan maka dana yang ditanamkan tersebut akan ditarik dan para investor akan menginvestasikan dananya tersebut ke aspek yang lebih menguntungkan lainya seperti ke pasar modal dengan membeli saham. Dengan banyaknya investor yang mengalihkan dananya dari deposito ke pasar modal maka dengan sendirinya akan menyebabkan harga saham di pasar modal akan terdongkrak naik.
Selain tingkat suku bunga, faktor lain yang mempengaruhi return saham adalah volume perdagangan saham. Asumsi yang mendasari hal tersebut adalah pendapat Sunariyah (2006) yang menyatakan perkembangan harga saham dan volume perdagangan saham di pasar modal merupakan suatu indikator penting untuk mengetahui return saham. Chordia dan Bhaskaran (2000) melakukan penelitian terhadap volume perdagangan. Variabel yang digunakan dalam penelitiannya adalah volume perdagangan dan return saham dengan menggunakan model regresi. Hasilnya menunjukkan bahwa volume perdagangan berpengaruh signifikan terhadap return saham.
Volume perdagangan diartikan sebagai jumlah lembar saham yang diper-dagangkan pada hari tertentu (Abdul dan Nasuhi, 2000). Perdagangan suatu saham yang aktif, yaitu dengan volume perdagangan yang besar, menunjukkan bahwa saham tersebut digemari oleh para investor yang berarti saham lebih cepat diperdagangkan. Ada kemungkinkan dealer akan mengubah posisi kepemilikan sahamnya pada saat perdagangan saham semakin tinggi atau dealer tidak perlu memegang saham dalam jumlah terlalu lama. Ambarwati (2009) menyatakan volume perdagangan akan menurunkan kos pemilikan saham sehingga menurunkan spread. Dengan demikian semakin aktif perdagangan suatu saham atau semakin besar volume perdagangan suatu saham, maka semakin rendah biaya pemilikan saham yang berarti akan mempersempit bid ask spread saham. Bid ask spread merupakan faktor yang dipertimbangkan investor untuk mengambil keputusan apakah menahan atau menjual saham.
Volume perdagangan merupakan hal yang penting bagi investor karena menggambarkan tingkat likuiditas suatu saham (Wiyani dan Wijayanto, 2005). Semakin besar volume transaksi, maka semakin cepat dan semakin mudah sebuah saham diperjualbelikan, sehingga transformasi saham menjadi kas semakin cepat pula. Transformasi inilah esensi dari likuiditas saham. Selain itu likuiditas juga terkait dengan banyaknya pasar sekunder dimana saham tersebut diperdagangkan, misalnya Telkom yang diperdagangkan di BEJ dan NYSE, sehingga investor mempunyai banyak pilihan dimana akan melakukan transaksi. Volume perdagangan menggambarkan reaksi pasar secara langsung. Volume perdagangan menunjukkan banyaknya lembar saham yang ditransaksikan selama periode waktu tertentu (Tandelilin, 2010). Dengan demikian, makin banyak lembar saham yang ditransaksikan menunjukkan optimisme pasar terhadap sebuah saham dengan demikian harga saham akan meningkat.


1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di latar belakang, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam poenelitian ini adalah:
  1. Apakah ada pengaruh signifikan tingkat suku bunga SBI terhadap return saham pada perusahaan operator seluler yang Go Public di Bursa Efek Indonesia?
  2. Apakah ada pengaruh signifikan volume perdagangan terhadap return saham pada perusahaan operator seluler yang Go Public di Bursa Efek Indonesia?
  3. Apakah tingkat suku bunga SBI dan volume perdagangan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham pada perusahaan operator seluler yang Go Public di Bursa Efek Indonesia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar