ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA
SBI DAN VOLUME PENJUALAN SAHAM TERHADAP RETURN SAHAM (STUDI PADA PERUSAHAAN OPERATOR
SELULER YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA)
1.1. Latar
Belakang Masalah
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk
terbesar keempat di dunia setelah China, India dan USA. Dengan jumlah penduduk
sekitar 230 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang begitu besar dalam
industri telekomunikasi. Berdasarkan data Kementerian Informasi dan Komunikasi
pada tahun 2010 dan 2011, omset dari industri telekomunikasi telah mencapai 360
triliun rupiah yang dalam dua tahun terakhir tumbuh sebesar 20%. Sementara itu
berdasarkan data BPS setiap tahun industri telekomunikasi tumbuh dua kali
lipat. Industri telekomunikasi adalah sektor yang paling dinamis
pertumbuhannya, karena itu banyak yang menyebut sebagai the golden industry (Media Indonesia, 2011).
Pertumbuhan pada sektor industri telekomunikasi
juga terlihat dengan banyaknya perusahaan operator seluler yang ada di
Indonesia. Indonesia telah memiliki 10 operator seluler yang menggunakan
jaringan GSM dan CDMA untuk menyediakan layanan telekomunikasi seluler. Dari 10
operator tersebut lima operator menggunakan teknologi GSM, diantaranya
Telkomsel, Indosat, XL Axiata, Hutchison CP Telecom Indonesia (Three) dan
Natrindo Telepon Seluler (Axis). Sementara operator lainnya yang menggunakan
teknologi CDMA terdiri dari Bakrie Telecom (Esia), Smart Telecom (Smart),
Mobile-8 (2) (Hepi & Fren), Sampoerna Telecom (Ceria) dan juga Telkom
(Flexi) sebagai penyelenggara layanan tetap yang ikut mengeluarkan produk
seluler CDMA.
Pasar operator seluler di Indonesia didominasi
oleh Telkomsel, Indosat dan XL Axiata. Tiga operator seluler tingkat nasional
ini secara bersama-sama memiliki kurang lebih 88% pangsa pasar seluler
(mobilitas penuh) Indonesia. Jumlah pelanggan seluler dengan mobilitas penuh di
Indonesia mencapai jumlah total kurang lebih 138,8 juta pada akhir tahun 2008
dan kurang lebih 166,9 juta pada akhir tahun 2009, yang merupakan pertumbuhan
tahunan kurang lebih 20,2% selama jangka waktu tersebut (Telkom Indonesia,
2009). Prospek yang begitu besar menyebabkan banyak investor yang berminat
untuk berinvestasi di bisnis layanan seluler, tak terkecuali investor dari luar
negeri. Seperti misalnya perusahaan telekomunikasi terbesar Singapura yang
menguasai 35% saham Telkomsel. Sedangkan untuk Indosat mayoritas sahamnya
dikuasai oleh Qatar Telecom (65%).
Investasi dapat diartikan sebagai komitmen untuk
menanamkan sejumlah dana pada saat ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di
masa datang. Dengan kata lain, investasi merupakan komitmen untuk mengorbankan
konsumsi sekarang dengan tujuan memperbesar konsumsi di masa datang
(Tandelilin, 2010). Investasi dapat berkaitan dengan penanaman sejumlah dana
pada aset nyata seperti tanah, emas, rumah. Selain itu, investasi juga dapat
ditanamkan pada aset finansial seperti deposito, saham, obligasi, dan surat
berharga lainnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa investor yang melakukan
pembelian saham pada perusahaan operator seluler merupakan bentuk investasi
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Investasi pada hakekatnya merupakan penundaan
konsumsi pada saat ini dengan tujuan mendapatkan tingkat pengembalian (return) yang akan diterima di masa yang
akan datang. Pemodal hanya dapat memperkirakan berapa tingkat keuntungan yang
diharapkan dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan
menyimpang dari hasil yang diharapkan. Apabila kesempatan investasi mempunyai
tingkat resiko yang lebih tinggi, maka investor akan mengisyaratkan tingkat
keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan kata lain, semakin tinggi risiko
suatu kesempatan investasi maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan (return) yang diisyaratkan oleh investor.
Return dapat berupa capital
gain atau deviden untuk investasi pada saham dan pendapatan bunga untuk
investasi pada surat hutang. Menurut Tandelilin (2010) return dapat dipengaruhi oleh perubahan suku bunga. Kaitan antara
suku bunga dan return saham adalah perubahan
harga saham di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah suku bunga.
Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk
jangka waktu tertentu atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat
ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang (Herman, 2003). Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan tingkat suku
bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik
terhadap pasar keuangan international serta kebijakan nilai tukar mata uang
yang kurang fleksibel. Selain suku bunga internasional, tingkat diskonto Suku
Bunga Indonesia (SBI) juga merupakan faktor penting dalam penentuan suku bunga
di Indonesia.
Apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka
hal tersebut akan membuat para investor akan menarik dananya dan
menginvestasikannya ke tempat yang mempunyai resiko relatif kecil misalnya ke
deposito. Sedangkan bila tingkat suku bunga mengalami penurunan maka dana yang
ditanamkan tersebut akan ditarik dan para investor akan menginvestasikan
dananya tersebut ke aspek yang lebih menguntungkan lainya seperti ke pasar
modal dengan membeli saham. Dengan banyaknya investor yang mengalihkan dananya
dari deposito ke pasar modal maka dengan sendirinya akan menyebabkan harga
saham di pasar modal akan terdongkrak naik.
Selain tingkat suku bunga, faktor lain yang
mempengaruhi return saham adalah
volume perdagangan saham. Asumsi yang mendasari hal tersebut adalah pendapat
Sunariyah (2006) yang menyatakan perkembangan harga saham dan volume perdagangan
saham di pasar modal merupakan suatu indikator penting untuk mengetahui return saham. Chordia dan Bhaskaran (2000)
melakukan penelitian terhadap volume perdagangan. Variabel yang digunakan dalam
penelitiannya adalah volume perdagangan dan return saham dengan menggunakan
model regresi. Hasilnya menunjukkan bahwa volume perdagangan berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
Volume perdagangan diartikan sebagai jumlah lembar
saham yang diper-dagangkan pada hari tertentu (Abdul dan Nasuhi, 2000). Perdagangan
suatu saham yang aktif, yaitu dengan volume perdagangan yang besar, menunjukkan
bahwa saham tersebut digemari oleh para investor yang berarti saham lebih cepat
diperdagangkan. Ada kemungkinkan dealer
akan mengubah posisi kepemilikan sahamnya pada saat perdagangan saham semakin
tinggi atau dealer tidak perlu memegang saham dalam jumlah terlalu lama. Ambarwati
(2009) menyatakan volume perdagangan akan menurunkan kos pemilikan saham
sehingga menurunkan spread. Dengan
demikian semakin aktif perdagangan suatu saham atau semakin besar volume
perdagangan suatu saham, maka semakin rendah biaya pemilikan saham yang berarti
akan mempersempit bid ask spread
saham. Bid ask spread merupakan
faktor yang dipertimbangkan investor untuk mengambil keputusan apakah menahan
atau menjual saham.
Volume perdagangan merupakan hal yang penting bagi
investor karena menggambarkan tingkat likuiditas suatu saham (Wiyani dan
Wijayanto, 2005). Semakin besar volume transaksi, maka semakin cepat dan
semakin mudah sebuah saham diperjualbelikan, sehingga transformasi saham
menjadi kas semakin cepat pula. Transformasi inilah esensi dari likuiditas
saham. Selain itu likuiditas juga terkait dengan banyaknya pasar sekunder
dimana saham tersebut diperdagangkan, misalnya Telkom yang diperdagangkan di
BEJ dan NYSE, sehingga investor mempunyai banyak pilihan dimana akan melakukan
transaksi. Volume perdagangan menggambarkan reaksi pasar secara langsung.
Volume perdagangan menunjukkan banyaknya lembar saham yang ditransaksikan
selama periode waktu tertentu (Tandelilin, 2010). Dengan demikian, makin banyak
lembar saham yang ditransaksikan menunjukkan optimisme pasar terhadap sebuah
saham dengan demikian harga saham akan meningkat.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di latar belakang,
maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam poenelitian ini adalah:
- Apakah ada pengaruh signifikan tingkat suku bunga SBI terhadap return saham pada perusahaan operator seluler yang Go Public di Bursa Efek Indonesia?
- Apakah ada pengaruh signifikan volume perdagangan terhadap return saham pada perusahaan operator seluler yang Go Public di Bursa Efek Indonesia?
- Apakah tingkat suku bunga SBI dan volume perdagangan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap return saham pada perusahaan operator seluler yang Go Public di Bursa Efek Indonesia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar