Senin, 22 Agustus 2016

HUBUNGAN SELF-CONTROL DAN PERILAKU SEKSUAL (SEXUAL BEHAVIOR)



Kontrol diri merupakan fungsi utama dari diri dan kunci penting untuk kesuksesan dalam hidup individu. Kontrol diri adalah kemampuan untuk mengesampingkan keinginan seseorang, pikiran, dan pola kebiasaan perilaku dan tampaknya sangat berguna dalam memungkinkan individu untuk mematuhi tujuan pribadi dan peraturan sosial (Baumeister et al, 2007). Dalam hal sifat kontrol diri, beberapa individu menunjukkan kemampuan yang kuat untuk mengatur diri sendiri dari anak usia dini sampai dewasa (Galliot, 2005). Sifat kontrol diri yang tinggi tampaknya menumbuhkan berbagai kemampuan yang diinginkan, seperti mengembangkan dan mempertahankan popularitas interpersonal dan hubungan yang sehat, unggul di sekolah, mengatasi stres, makan dengan benar, dan menghindari perilaku adiktif (Tangney, et al, 2004). Hasrat seksual merupakan salah satu perilaku bermasalah yang muncul secara spontan dan mungkin tak terkendali, dan karena itu remaja harus mengatur diri agar menahan diri dari pengungkapan keinginannya yang secara sosial tidak tepat atau cara-cara lain yang tidak diinginkan. Hukum, norma, dan tekanan sosial belum berhasil menghilangkan perilaku seksual. Kerugian yang ditimbulkan dari perilaku ini sangat tinggi, berpotensi menghasilkan perceraian, penyakit, kehamilan remaja, dan kejahatan. Berbagai manfaat yang dialami oleh orang-orang yang tinggi dalam sifat pengendalian diri menunjukkan bahwa kontrol diri adalah perangkat serbaguna yang memungkinkan individu untuk mengatur diri sendiri dalam berbagai aspek pada diri sendiri. Sifat kontrol diri yang tinggi harus memungkinkan orang untuk mengatur respons seksualnya lebih efektif (Galliot, 2005).  Tangney, et al, (2004), mengidentifikasi empat domain utama kontrol diri, yaitu: mengendalikan pikiran, emosi, impuls, dan kinerja (performance), yang akan penting untuk dimasukkan dalam indeks keseluruhan kontrol diri.


 
 Tangney, et al, (2004), telah menunjukkan bahwa kontrol diri rendah berhubungan dengan emosi yang tidak menyenangkan. Pengendalian diri dikaitkan dengan pola emosional yang tampaknya menguntungkan baik bagi individu dan orang lain yang terkait dengan individual. Individu dengan kontrol diri tinggi lebih bersalah dan punya rasa malu dari orang lain. Hasil penelitian ditemukan bahwa orang dengan kontrol diri tinggi mendapat nilai yang lebih baik, yang lebih disesuaikan, lebih baik keterampilan interpersonal dan hubungan interpersonalnya, dan memiliki kehidupan emosional yang lebih optimal daripada orang lain. Sebaliknya, orang dengan kontrol diri rendah menunjukkan bahwa tidak diinginkan di sekolah, kehidupan sosial, penyesuaian personal, dan pola emosional.
Beberapa pola temuan penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kontrol diri dan menahan diri dari seksual. Pertama, ketidakmampuan untuk mengatur diri sendiri adalah pusat dari definisi untuk gangguan kontrol seksual (Wiederman 2004). Orang yang mengalami seksualitas kompulsif atau menderita kecanduan seksual memiliki ketidakmampuan untuk mengontrol perilaku seksualnya (misalnya, sering masturbasi, tidur dengan partner lain). Untuk mengontrol perilaku seseorang adalah untuk mengerahkan kontrol diri (Galliot, 2005).
Fakta bahwa dorongan seksual terjadi pada semua orang mungkin di luar kontrol sadar seseorang. Sejauh pikiran dan keinginan seksual secara alami dirangsang oleh sinyal peluang seksual baik dari internal atau eksternal. Meskipun terjadinya impuls seksual mungkin tidak dikontrol, bagaimanapun, ekspresi melalui perilaku dapat dikontrol. Orang mungkin aktif menahan diri terlibat dalam perilaku seksual meskipun ada dorongan seksual. Hubungan kontrol diri dan pengendalian diri seksual adalah bahwa langkah-langkah dari sifat pengendalian diri telah ditunjukkan untuk memprediksi beberapa perilaku seksual. Pengendalian diri yang rendah meningkatkan kekuatan impuls seksual dan karena itu menimbulkan perilaku seksual yang tidak pantas atau tidak diinginkan melalui peningkatan kekuatan dorongan, bukan dari melemahnya hambatan (Galliot, 2005).
Pengendalian pikiran hubungannya dengan perilaku seksual adalah menahan pikiran seksual. Dalam banyak situasi, orang-orang biasanya menahan diri dari mengekspresikan pikiran seksual yang tidak pantas. Pengaruh pengendalian diri yang rendah kemungkinan mengekspresikan pikiran seksual secara sosial tidak pantas. Pengendalian diri yang rendah merupakan faktor kuat yang menyebabkan orang gagal untuk menyensor seksualitasnya dalam situasi di mana norma-norma sosial mendikte bahwa bagaimana seharusnya (Tangney, et al., 2004; Galliot, 2005).
Hubungan antara sifat kontrol diri dan menahan diri seksual disediakan tambahan dukungan bahwa pengendalian diri yang rendah dikaitkan dengan kegagalan dalam menahan diri seksual. Sifat kontrol diri rendah memiliki ketahanan diri seksual disposisional rendah. Selanjutnya, ada beberapa bukti bahwa individu yang memiliki kontrol diri rendah karena self-regulation telah rusak.
Dalam hal perilaku sosial, menunjukkan domain lain di mana self-regulation menumbuhkan kemampuan untuk mengikuti norma-norma sosial dan aturan lainnya. Peraturan sosial menentukan individu mengontrol perilakunya untuk mematuhi peraturan tersebut. Golliat (2005), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kontrol diri memungkinkan individu untuk mengontrol perilaku seksualnya dengan mematuhi peraturan sosial yang membutuhkan pengekangan seksual.
perilaku tidak dapat dipandu tak terkendali oleh keinginan atau dorongan yang mungkin timbul, melainkan harus dikontrol dan dimodifikasi sesuai dengan peraturan sosial yang didirikan. Dengan cara ini, orang dapat bercita-cita untuk hidup moral, hukum, hidup sehat dan berusaha menuju interpersonal yang harmonis dan sukses. Dengan mengerahkan pengendalian diri, remaja dapat menolak menjadi “budak nafsu”. Remaja dapat berharap untuk mengendalikan perilaku seksualnya, bahkan meskipun kekuatan hasrat seksualnya. Remaja dapat menghindari terlibat dalam perilaku seksual yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain, dan bukannya bercita-cita ke arah mempertahankan gaya hidup seksual yang sehat dan dikelola. Penerimaan lingkungan merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan perilaku seksual. Kontrol diri terhadap kelakuan menjadi faktor pelindung bagi remaja  Ketidakmampuan remaja mewujudkan perilakunya sangat mungkin sekali remaja mengambil suatu keputusan untuk melakukan perilaku yang berisiko. Oleh karena itu remaja, sangat memerlukan pelindung sebagai salah satu alat untuk menciptakan kontrol diri. (Jessor, 1991).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar