Kontrol diri
merupakan fungsi utama dari diri dan kunci penting untuk kesuksesan dalam hidup
individu. Kontrol diri adalah kemampuan untuk mengesampingkan keinginan
seseorang, pikiran, dan pola kebiasaan perilaku dan tampaknya sangat berguna
dalam memungkinkan individu untuk mematuhi tujuan pribadi dan peraturan sosial (Baumeister et al, 2007). Dalam
hal sifat kontrol diri, beberapa individu menunjukkan kemampuan yang kuat untuk
mengatur diri sendiri dari anak usia dini sampai dewasa (Galliot, 2005). Sifat
kontrol diri yang tinggi tampaknya menumbuhkan berbagai kemampuan yang
diinginkan, seperti mengembangkan dan mempertahankan popularitas interpersonal
dan hubungan yang sehat, unggul di sekolah, mengatasi stres, makan dengan benar,
dan menghindari perilaku adiktif (Tangney, et
al, 2004). Hasrat seksual merupakan salah satu perilaku bermasalah yang muncul
secara spontan dan mungkin tak terkendali, dan karena itu remaja harus mengatur
diri agar menahan diri dari pengungkapan keinginannya yang secara sosial tidak
tepat atau cara-cara lain yang tidak diinginkan. Hukum, norma, dan tekanan
sosial belum berhasil menghilangkan perilaku seksual. Kerugian yang ditimbulkan
dari perilaku ini sangat tinggi, berpotensi menghasilkan perceraian, penyakit,
kehamilan remaja, dan kejahatan. Berbagai manfaat yang dialami oleh orang-orang
yang tinggi dalam sifat pengendalian diri menunjukkan bahwa kontrol diri adalah
perangkat serbaguna yang memungkinkan individu untuk mengatur diri sendiri
dalam berbagai aspek pada diri sendiri. Sifat kontrol diri yang tinggi harus
memungkinkan orang untuk mengatur respons seksualnya lebih efektif (Galliot,
2005). Tangney, et al, (2004), mengidentifikasi
empat domain utama kontrol
diri, yaitu: mengendalikan
pikiran, emosi,
impuls, dan kinerja (performance), yang akan penting untuk dimasukkan
dalam indeks keseluruhan
kontrol diri.
Tangney, et al, (2004), telah menunjukkan bahwa kontrol diri rendah
berhubungan dengan
emosi yang tidak
menyenangkan. Pengendalian diri dikaitkan dengan pola emosional yang tampaknya
menguntungkan baik bagi individu dan orang lain yang terkait dengan
individual. Individu dengan kontrol diri tinggi lebih bersalah dan punya
rasa malu dari orang lain.
Hasil penelitian ditemukan bahwa orang
dengan
kontrol diri tinggi mendapat nilai yang lebih baik, yang
lebih disesuaikan, lebih baik keterampilan interpersonal dan hubungan interpersonalnya, dan memiliki kehidupan emosional yang lebih optimal daripada orang lain. Sebaliknya, orang
dengan kontrol diri rendah menunjukkan bahwa tidak diinginkan di sekolah, kehidupan sosial, penyesuaian
personal, dan pola emosional.
Beberapa pola
temuan penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kontrol diri dan menahan
diri dari seksual. Pertama, ketidakmampuan untuk mengatur diri sendiri adalah
pusat dari definisi untuk gangguan kontrol seksual (Wiederman 2004). Orang yang
mengalami seksualitas kompulsif atau menderita kecanduan seksual memiliki ketidakmampuan
untuk mengontrol perilaku seksualnya (misalnya, sering masturbasi, tidur dengan
partner lain). Untuk mengontrol perilaku seseorang adalah untuk mengerahkan
kontrol diri (Galliot, 2005).
Fakta bahwa
dorongan seksual terjadi pada semua orang mungkin di luar kontrol sadar
seseorang. Sejauh pikiran dan keinginan seksual secara alami dirangsang oleh sinyal
peluang seksual baik dari internal atau eksternal. Meskipun terjadinya impuls
seksual mungkin tidak dikontrol, bagaimanapun, ekspresi melalui perilaku dapat
dikontrol. Orang mungkin aktif menahan diri terlibat dalam perilaku seksual
meskipun ada dorongan seksual. Hubungan kontrol diri dan pengendalian diri
seksual adalah bahwa langkah-langkah dari sifat pengendalian diri telah
ditunjukkan untuk memprediksi beberapa perilaku seksual. Pengendalian diri yang
rendah meningkatkan kekuatan impuls seksual dan karena itu menimbulkan perilaku
seksual yang tidak pantas atau tidak diinginkan melalui peningkatan kekuatan
dorongan, bukan dari melemahnya hambatan (Galliot, 2005).
Pengendalian
pikiran hubungannya dengan perilaku seksual adalah menahan pikiran seksual.
Dalam banyak situasi, orang-orang biasanya menahan diri dari mengekspresikan
pikiran seksual yang tidak pantas. Pengaruh pengendalian diri yang rendah
kemungkinan mengekspresikan pikiran seksual secara sosial tidak pantas.
Pengendalian diri yang rendah merupakan faktor kuat yang menyebabkan orang
gagal untuk menyensor seksualitasnya dalam situasi di mana norma-norma sosial
mendikte bahwa bagaimana seharusnya (Tangney, et al., 2004; Galliot, 2005).
Hubungan antara
sifat kontrol diri dan menahan diri seksual disediakan tambahan dukungan bahwa
pengendalian diri yang rendah dikaitkan dengan kegagalan dalam menahan diri
seksual. Sifat kontrol diri rendah memiliki ketahanan diri seksual disposisional
rendah. Selanjutnya, ada beberapa bukti bahwa individu yang memiliki kontrol
diri rendah karena self-regulation
telah rusak.
Dalam hal
perilaku sosial, menunjukkan domain lain di mana self-regulation menumbuhkan kemampuan untuk mengikuti norma-norma
sosial dan aturan lainnya. Peraturan sosial menentukan individu mengontrol
perilakunya untuk mematuhi peraturan tersebut. Golliat (2005), dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa kontrol diri memungkinkan individu untuk
mengontrol perilaku seksualnya dengan mematuhi peraturan sosial yang
membutuhkan pengekangan seksual.
perilaku tidak
dapat dipandu tak terkendali oleh keinginan atau dorongan yang mungkin timbul,
melainkan harus dikontrol dan dimodifikasi sesuai dengan peraturan sosial yang
didirikan. Dengan cara ini, orang dapat bercita-cita untuk hidup moral, hukum,
hidup sehat dan berusaha menuju interpersonal yang harmonis dan sukses. Dengan
mengerahkan pengendalian diri, remaja dapat menolak menjadi “budak nafsu”. Remaja
dapat berharap untuk mengendalikan perilaku seksualnya, bahkan meskipun
kekuatan hasrat seksualnya. Remaja dapat menghindari terlibat dalam perilaku
seksual yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain, dan bukannya
bercita-cita ke arah mempertahankan gaya hidup seksual yang sehat dan dikelola.
Penerimaan lingkungan merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan
perilaku seksual. Kontrol diri terhadap kelakuan menjadi faktor pelindung bagi
remaja Ketidakmampuan remaja mewujudkan perilakunya sangat mungkin sekali
remaja mengambil suatu keputusan untuk melakukan perilaku yang berisiko. Oleh
karena itu remaja, sangat memerlukan pelindung sebagai salah satu alat untuk
menciptakan kontrol diri. (Jessor, 1991).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar